“Surabaya akan Jadi
Kanal
Seni Rupa yang Menarik”
(Sumber: majalah Alur, Dewan Kesenian Surabaya Edisi 09/Mei 2013)
DALAM sebuah kesempatan wawancara Radar Surabaya dengan M Anis sekitar Mei 2011, penggagas sekaligus
ketua panitia Pasar Seni Lukis Indonesia (PSLI), M Anis ingin Balai Pemuda
dikembalikan sebagai pusat kesenian di Kota Surabaya.
Aktivitas pemeran
dagang yang merajai kegiatan di Balai Pemuda macam itu menurutnya jelas bisa
mendatangkan uang, tapi kurang kondusif untuk kehidupan kesenian. Karena itu,
pada 2008, Anis berinisiatif menggelar Pameran Seni Lukis Indonesia (PSLI) di
Balai Pemuda. Tahun kelima, tepatnya Mei 2013 pasca terbakarnya Balai Pemuda,
PSLI digelar di. di JX International, Surabaya 3-12 Mei.
Di mata pemerhati
seni rupa Imam Muhtarom, filosofi pasar lebih menarik ketimbang membincang
Balai Pemuda atau bukan Balai Pemuda. Dimana pun tempatnya—bukan hanya Balai
Pemuda—menurut Imam Muhtarom, PSLI bagi Surabaya akan menjadikannya kanal seni
rupa yang menarik.
Menurut Imam Muhtarom,
filosofi dan suasana pasar sebagai tempat transaksi pelukis, sirkulasi dengan
event organizer dan pengunjung hanyalah pancingan yang memungkinkan
perkembangan apresiasi seni lukis yang lebih baik. Berikut petikan wawancara Alur
dengan pemerhati seni rupa dari Forum
Studi Sastra dan Seni Luar Pagar tersebut.
Menurut Anda apa sih menariknya even tahunan Pasar
Seni Lukis Indonesia (PSLI) di Surabaya ini?
Yang
menarik situasi pasarnya itu. Ada transaksi di sana.
Sebetulnya sumbangsih untuk seni rupa (lukis) ada
nggak?
Sumbangsihnya ada tetapi tidak langsung:
bahwa berkarya seni rupa, seni lukis itu ada duitnya lho...
Sebagai pemerhati seni rupa, apa yang menarik
mengkaitkan pasar dengan seni rupa seperti pada ajang PSLI?
Ya, membahas PSLI itu tepat jika
membincang ekonomi kreatif.
Lantas, apa maksud Anda sumbangsih tidak langsung PSLI
atas perkembangan seni rupa?
Anggapan di masyarakat bahwa seni tidak
berguna, tidak berduit itu tidak benar. Contohnya di PSLI ada transaksinya. Isu
ini memberi wajah lain pada masyarakat bahwa seni tidak berguna itu tidak
betul. Dampak yang diharapkan adalah masyarakat diberi perangkat untuk
mengetahui apa itu seni rupa.
Jadi kuncinya seni lukis itu berguna alias berduit? Nah
istilah ekonomi kreatif itu sebetulnya apakah sudah tepat? Bukankah ada bias
makna antara ekonomi dan kreativitas?
Maksud saya berduit atau berguna itu sebagai
pancingan awal pada masyarakat umum saja. Kalau soal makna ekonomi dan kreatif memang
harus bias. Hahaha...
Pancingan untuk apa sih? Lantas ada nggak hubungannya
dengan estetika seni lukis?
Pancingan agar masyarakat umum masuk dan
memahami karya itu sendiri. Para pengunjung masuk ke dalam pameran, mereka
paham atau tidak menikmati karya-karya yang ada. Secara teknis tidak sedikit
yang menarik dan memanjakan mata. PSLI setuju atau tidak telah membentuk
sirkulasi sendiri antara perupa, event organizer dan pengunjung.
Lalu sirkulasi itu bagi perkembangan seni lukis
berdampak bagaimana? Kata ‘pancingan’ Anda itu menempatkan estetika seni lukis
masih punya harapan?
Iya sih. Tapi jika tidak terpancing,
PSLI tetap jalan. PSLI menurut saya memiliki sirkulasinya sendiri. Beli karya
terus dipajang di ruang tamu, dinikmati ala kadarnya. Di situ apresiasi sudah
terjadi.
Sementara sebatas itu? Soal perkembangan estetika seni
lukis Indonesia atau surabaya, menurut Anda bagaimana sih?
Ya. Seni rupa Indonesia saya kira menarik.
Cuma akhir-akhir ini terkoreksi akibat membludaknya karya-karya kontemporer. Karya-karya
yang terjebak dalam keseragaman secara tidak diinginkan. Menariknya, berbagai
media ekspresi digunakan dengan tema-tema yang variatif. Ini beda dengan 10
tahun lalu, media lebih dan tema terbatas. Di kancah Asia Tenggara, Indonesia
diperhitungkan. Malah tahun ini diberi tempat di Venice biennale.
Apa itu artinya seni lukis tak berkembang karena
medianya tetap pada kanvas? Lalu pencapaian seni lukis Indonesia sampai dimana?
Perkembangan seni lukis kita pada
pilihan bahasa visualnya. Yang biasanya menggambar figur kayak foto realis,
kini mengambar figur penuh deformasi, warnanya tidak lazim seperti perupa Indonesia
modern dan seterusnya.
Apakah PSLI ini masalah tradisi, kemudian dari tradisi
ke pasar itu harapannya akan ada estetika yang kuat, begitu?
Harapan sih pada edukasi. Kesadaran
bahwa seni rupa ada duitnya sebelum seni rupa juga membawa pesan artistik dan
tematik.
Sebenarnya domain dari seni lukis itu seni individual.
Seni yang menempatkan seniman sebagai profesi, bukan seni untuk masyarakat,
atau seni yang menyatu dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Begitu?
Seni lukis itu seni untuk sesama.
Heheeheh.... Membahas PSLI yang menarik itu perilaku konsumsi dan apresiasi
pembelinya. Beli lukisan seharga Rp 500 ribu lalu dipasang di ruang tamu. Tak
ada maksud lukisan itu dijual lagi. Nah, itu lebih terpuji daripada membeli
lukisan, lalu dimasukkan gudang, dan kemudian dijual lagi. Memajang lukisan di
ruang tamu itu artinya apresiasi jalan lho.
Bagaimana dengan apresiasi para kolektor?
Sama. Apreasisi ini akan membawa pesan
sampai ke apresiasian.
Sebagai pemerhati seni rupa, apa harapan Anda dengan
adanya PSLI?
Infrastruktur
seni rupa semacam ini semakin kukuh. Bertemunya perupa, agen, apresiasian. Ke
depan, tidak hanya senirupa bawah yang dikelola, tetapi seni rupa bawah sampai
atas. Surabaya akan jadi kanal seni rupa yang menarik. Surabaya sebagai kota
akan naik pamornya sebagai kota tujuan untuk menikmati seni rupa apa saja.
Seni rupa bawah dan atas itu maksudnya dari yang murah
sampai mahal, yang murahan sampai kelas elit. Begitu?
Ya. Begitulah. Apa saja boleh. []