Estetika
Gadis Kecil Melawan Amnesia
Judul: Do Kyongsoo’s Journal
Penulis: Syarellia Safira Putri
Penerbit: Pagan Press
Cetakan: Pertama, November 2014
Tebal: 160 halaman
ISBN : 978-602-71603-0-9
MENULIS sastra adalah sebuah kegiatan yang sangat
personal. Meski demikian, sekalipun sastra bermula dari masalah yang sangat pribadi atau paling dekat
dengan diri kita, sastra adalah ilmu.
Sebagai ilmu, tentu sastra menarik
untuk dipelajari dan digeluti. Pilihan
dalam mempelajari dan terjun di dunia sastra maka artinya bertanggungjawab
untuk mempelajari karya sastra, kritik sastra, sejarah sastra.
Ruh dari karya sastra, kritik sastra
juga sejarah sastra adalah apa yang disebut estetika sastra. Estetika dalam
sastra selalu identik dengan ‘dunia gagasan/ide’ dan ‘bahasa’—dikenal dengan bahasa puitik dalam
puisi, bahasa prosaik dalam prosa dan bahasa dramatik dalam drama.
Tanpa ide dan bahasa, maka tidak ada
sastra. Demikian juga gagasan tanpa diwujudkan dalam bahasa, maka tidak ada
karya sastra—tak ada novel, puisi, drama, esai dan lain-lain. Dunia gagasan
juga yang membedakan tulisan sastra dengan jurnalisme koran, majalah, artikel
dan lain-lain. Karena konon bahasa jurnalistik mensyaratkan hemat dan lugas.
Tentu saja gagasan yang dimaksud
adalah gagasan sastra, tak ada gagasan sastra dalam berita-berita di koran. Meski, pengetahuan tentang bahasa jurnalistik
ini pun penting—atau setidaknya penulis sastra harus sudah melampaui itu.
Bahkan tak sedikit penulis- penulis dunia sebelumnya malah aktif dalam kegiatan
jurnalistik; Gabriel G Marquez, Seno
Gumira Ajidarma dsb.
Syarellia Safira Putri melalui novel
barunya Do Kyungsoo’s Journal ini
telah melakukan itu. Baik dalam gagasan maupun kebahasaan. Karyanya telah
mencapai gelora estetik tersendiri. Dibuka dengan bahasa yang sangat memukau; Aku mengerjap; membuka mataku dengan pelan
seolah kelopakku serapuh fosil tua yang ditemukan seorang arkheolog. Pertama
yang kulihat, aku ada di dalam sebuah kamar dengan wallpaper abu-abu bermotif
bunga berwarna silver...
Ini
dimana? Itu pertanyaanku.
***
GAGASAN atau ide
adalah hasil perenungan dan pemikiran, kontemplasi. Ada
sesuatu
yang baru-beda, atau belum pernah ada sebelumnya. Gagasan bisa didorong oleh
inspirasi atau ilham. Walaupun inspirasi sering disamakan dengan sesuatu yang
jatuh dari karunia Tuhan--orang lain mengatakan bakat. Konon kata Remy Sylado,
bakat itu hanya 1 persen, sisanya 99 persen harus ditempuh dengan belajar dan
berlatih secara tekun.
Pada novel Do Kyungsoo’s Journal, Syarellia punya gagasan yang tidak
main-main: yaitu gagasan tentang ingatan, amnesia (Hal 12). “Cara tercepat mengingat...dengan mengulang momen-momen
kalian.” Ini gagasan paling menarik
sepanjang zaman, karena berkorelasi masalah waktu—masa lalu, kini dan yang akan
datang. Dan sastra adalah pengetahuan masa depan. Sekaligus representasi dan history (atau his story),
sejarah.
Novel
ini adalah sejarah—setidaknya sejarah kreatif Syarellia. Dan kata Wangari Muta
Maathai—pejuang lingkungan peraih nobel perdamaian itu,” Masa depan adalah hari
ini.” Atau bukan tak mungkin sejarah
dalam pengertian sebagai pengalaman sebagaimana Pramoedya Ananta
Toer: Pengalaman seseorang bisa menjadi pengalaman suatu bangsa. Bahwa seseorang dalam menciptakan novel,
sebetulnya sedang berimajinasi dan menciptakan komunitas-komunitas. Imajinasi
apa saja--keadilan, kebebasan, mungkin juga emansipasi oleh kelompok-kelompok
atau individu-individu yang terasing. Bahkan secara ektrem, Milan Kundera, mengatakan
perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan kelupaan.
Tokoh-tokoh novel Do Kyungsoo’s Journal berjuang melawan amnesia.
***
SETELAH gagasan,
maka dibutuhkan ketrampilan
mewujudkan gagasan menjadi karya sastra yang baik. Ini sering disebut syarat penguasaan teknik penulisan. Di sinilah tempatnya syarat penguasaan bahasa
untuk menggerakkan tema, narasi, Juga kebutuhan pada waktu, tempat, tokoh-tokoh, kemudian alur,
plot, konflik dan sebagainya.
Tema sebagai sudut kehidupan yang akan
digarap dalam novel Do Kyungsoo’s Journal
adalah Tema Cinta. Novel ini bertutur tentang kisah cinta. Tepatnya cinta
segitiga antara Juna, Kyungsoo dan Baekhyun. Mengubah sesuatu yang biasa
menjadi luar biasa, umumnya dicapai dengan melakukan penggalian dan pendalaman.
Persoalan cinta biasa antara dua
remaja, bila digali lebih mendalam lagi, dimunculkan kompleksitasnya, tiba-tiba
menyeruak menjadi masalah kemanusiaan yang universal. Cerita Romeo Dan Juliet
karya Shakespearre , misalnya, bukan hanya masalah percintaan tetapi
menampilkan masalah-masalah mendasar kemanusiaan.
Meski barangkali diilhami drama-drama
Korea, namun pengarang novel ini—Syarellia Safira Putri, gadis 14 tahun itu—tak
sekadar mendongengkan kisah cinta. Syarel
memperlihatkannya ke dalam beberapa teknik, teknik catatan harian, Teknik imaji
film (Hal 20), Puisi (Hal 52) (Hal 94), juga Surat.
Ia juga perlihatkan rasa cintanya pada
bahasa ibunya—Indonesia. Ia tak cuma menghadirkan moralitas persahabatan,
kesetiaan, kasih sayang, kesabaran, prestasi cinta, harapan atau mungkin
kepiluan. Melainkan dianggitnya segala itu dengan bahasa yang piawai dan
sungguh-sungguh. Karena bahasa sebagai media utama, modal awal
kepenulisan maka penguasaan bahasa Indonesia yang baik adalah syarat mutlak.
Adanya pertimbangan efektifitas, kualitas, dan kekayaan kreativitas berbahasa
dalam cara penyajian,
logika bahasa dalam tulisan dan gaya bahasa yang digunakan.
Sejumlah pencapaian bahasa Syarellia,
secara acak bisa terlihat misalnya; Hening
meskipun hanya ada aku dan Kyungsoo dalam satu ruangan sudah menjadi hal yang jarang
terjadi. Dan entah mengapa kami mengundang keheningan tersebut (hal 46); Aku
turun dari tempat tidurku, keluar kamar, turun menyusuri tangga. Berjalan ke
dapur dan membuka kulkas. Semua kulakukan dengan setengah nyawa (hal 48);
Baekhyun mengeryit, membuat kedua alisnya nyaris terhubung. Dan membuat
beberapa kerutan samar di dahinya (hal 83).
Rumusan nilai-nilai moralitas;
persahabatan, kesetiaan, kasih sayang, kesabaran, prestasi cinta, harapan atau
mungkin kepiluan. Digerakkan oleh cerita
dalam
waktu, tempat, tokoh-tokoh, kemudian alur, plot, konflik dan sebagainya.
Di situ ditampilkan daya pikat, plot. Plot
akan memukau bila mengandung empathi. Empathi akan menjadi sempurna kalau
dibumbui dengan ketegangan, konflik dan humor. Pengarang belia ini
memperlihatkan konflik batin tokoh Juna berkait tentang pribadi Kyungsoo dan
Baekyun, pada saat serpihan ingatan mulai lebih baik. Tekniknya pada bagian
enam dan tujuh ini smooth. Dan
penyelesaian pada bagian delapan sangat terbuka yakni ketika kepergian
Kyungsoon dan teror dari Baekyun yang mengutuhkan perasaan kembali tokoh Juna.
Rumusan nilai-nilai tersebut diatas
mengkristal, menjadi ruh sastra sebagai suatu hal yang sangat penting dalam
sastra yaitu pesan moral. Yaitu muatan apa yang mau disampaikan oleh
penulis, baik secara langsung maupun tak langsung. Watak, ideologi, pandangan
hidup, filosofi penulis cerita.
Silakan dicari pesan moralnya dengan
membaca sungguh-sungguh!
Sebagai penutup tulisan ini, perlu
saya sampaikan, salah satu teknik yang memukau dalam novel ini telah ditunjukkan
Syarellia adalah menukar sudut pandang. Ia
berhasil menyakinkan bahwa sudut pandang adalah bagian penting di dalam
mengutuhkan gagasan ingatan.
Peristiwa, juga daya cerap inderanya
dilukiskannya dengan amat detil berkat kemampuan bahasanya yang bagus. Kekuatan
bangun imajinasi, interpretasi, intuisi, serta persepsi pengarang dalam novel
ini yang diekplorasi dari prespektif Juna—tokoh yang mengalami amnesia akibat
kecelakaan hebat—jelas melampaui usianya.
Begitulah pengarang ini punya
kesadaran psikologis yang kokoh, justru di usianya yang belia. Jadi Syarellia
melalui novel ini berhasil menunjukkan dirinya tak cuma berbakat.[S.Jai]