Sabtu, 30 Mei 2015

Estetika Gadis Kecil Melawan Amnesia


Judul: Do Kyongsoo’s Journal
Penulis: Syarellia Safira Putri
Penerbit:  Pagan Press
Cetakan:  Pertama, November 2014
Tebal: 160 halaman
ISBN : 978-602-71603-0-9


MENULIS  sastra adalah sebuah kegiatan yang sangat personal. Meski demikian, sekalipun sastra bermula dari  masalah yang sangat pribadi atau paling dekat dengan diri kita, sastra adalah ilmu.

Sebagai ilmu, tentu sastra menarik untuk dipelajari dan digeluti.  Pilihan dalam mempelajari dan terjun di dunia sastra maka artinya bertanggungjawab untuk mempelajari karya sastra, kritik sastra, sejarah sastra.


Ruh dari karya sastra, kritik sastra juga sejarah sastra adalah apa yang disebut estetika sastra. Estetika dalam sastra selalu identik dengan ‘dunia gagasan/ide’ dan  ‘bahasa’—dikenal dengan bahasa puitik dalam puisi, bahasa prosaik dalam prosa dan bahasa dramatik dalam drama.

Tanpa ide dan bahasa, maka tidak ada sastra. Demikian juga gagasan tanpa diwujudkan dalam bahasa, maka tidak ada karya sastra—tak ada novel, puisi, drama, esai dan lain-lain. Dunia gagasan juga yang membedakan tulisan sastra dengan jurnalisme koran, majalah, artikel dan lain-lain. Karena konon bahasa jurnalistik mensyaratkan hemat dan lugas.

Tentu saja gagasan yang dimaksud adalah gagasan sastra, tak ada gagasan sastra dalam berita-berita di koran.  Meski, pengetahuan tentang bahasa jurnalistik ini pun penting—atau setidaknya penulis sastra harus sudah melampaui itu. Bahkan tak sedikit penulis- penulis dunia sebelumnya malah aktif dalam kegiatan jurnalistik;  Gabriel G Marquez, Seno Gumira Ajidarma dsb.

Syarellia Safira Putri melalui novel barunya  Do Kyungsoo’s Journal  ini telah melakukan itu. Baik dalam gagasan maupun kebahasaan. Karyanya telah mencapai gelora estetik tersendiri. Dibuka dengan bahasa yang sangat memukau; Aku mengerjap; membuka mataku dengan pelan seolah kelopakku serapuh fosil tua yang ditemukan seorang arkheolog. Pertama yang kulihat, aku ada di dalam sebuah kamar dengan wallpaper abu-abu bermotif bunga berwarna silver...
Ini dimana? Itu pertanyaanku.

***

GAGASAN atau ide adalah hasil perenungan dan pemikiran, kontemplasi.  Ada
sesuatu yang baru-beda, atau belum pernah ada sebelumnya. Gagasan bisa didorong oleh inspirasi atau ilham. Walaupun inspirasi sering disamakan dengan sesuatu yang jatuh dari karunia Tuhan--orang lain mengatakan bakat. Konon kata Remy Sylado, bakat itu hanya 1 persen, sisanya 99 persen harus ditempuh dengan belajar dan berlatih secara tekun.

Pada novel Do Kyungsoo’s Journal, Syarellia punya gagasan yang tidak main-main: yaitu gagasan tentang ingatan, amnesia (Hal 12). “Cara tercepat mengingat...dengan mengulang momen-momen kalian.”  Ini gagasan paling menarik sepanjang zaman, karena berkorelasi masalah waktu—masa lalu, kini dan yang akan datang. Dan sastra adalah pengetahuan masa depan. Sekaligus representasi dan history (atau his story), sejarah.

Novel ini adalah sejarah—setidaknya sejarah kreatif Syarellia. Dan kata Wangari Muta Maathai—pejuang lingkungan peraih nobel perdamaian itu,” Masa depan adalah hari ini.”   Atau bukan tak mungkin sejarah dalam pengertian sebagai pengalaman sebagaimana Pramoedya Ananta Toer: Pengalaman seseorang bisa menjadi pengalaman suatu bangsa.  Bahwa seseorang dalam menciptakan novel, sebetulnya sedang berimajinasi dan menciptakan komunitas-komunitas. Imajinasi apa saja--keadilan, kebebasan, mungkin juga emansipasi oleh kelompok-kelompok atau individu-individu yang terasing. Bahkan secara ektrem, Milan Kundera, mengatakan perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan kelupaan.

Tokoh-tokoh novel Do Kyungsoo’s Journal berjuang melawan amnesia.

***

SETELAH gagasan, maka dibutuhkan ketrampilan mewujudkan gagasan menjadi karya sastra yang baik.  Ini sering disebut  syarat penguasaan teknik penulisan.  Di sinilah tempatnya syarat penguasaan bahasa untuk menggerakkan tema, narasi, Juga kebutuhan pada  waktu, tempat, tokoh-tokoh, kemudian alur, plot, konflik dan sebagainya.

Tema sebagai sudut kehidupan yang akan digarap dalam novel Do Kyungsoo’s Journal adalah Tema Cinta. Novel ini bertutur tentang kisah cinta. Tepatnya cinta segitiga antara Juna, Kyungsoo dan Baekhyun. Mengubah sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, umumnya dicapai dengan melakukan penggalian dan pendalaman.

Persoalan cinta biasa antara dua remaja, bila digali lebih mendalam lagi, dimunculkan kompleksitasnya, tiba-tiba menyeruak menjadi masalah kemanusiaan yang universal. Cerita Romeo Dan Juliet karya Shakespearre , misalnya, bukan hanya masalah percintaan tetapi menampilkan masalah-masalah mendasar kemanusiaan.

Meski barangkali diilhami drama-drama Korea, namun pengarang novel ini—Syarellia Safira Putri, gadis 14 tahun itu—tak sekadar mendongengkan kisah cinta.  Syarel memperlihatkannya ke dalam beberapa teknik, teknik catatan harian, Teknik imaji film (Hal 20), Puisi (Hal 52) (Hal 94), juga Surat.

Ia juga perlihatkan rasa cintanya pada bahasa ibunya—Indonesia. Ia tak cuma menghadirkan moralitas persahabatan, kesetiaan, kasih sayang, kesabaran, prestasi cinta, harapan atau mungkin kepiluan. Melainkan dianggitnya segala itu dengan bahasa yang piawai dan sungguh-sungguh. Karena bahasa sebagai media utama, modal awal kepenulisan maka penguasaan bahasa Indonesia yang baik adalah syarat mutlak. Adanya pertimbangan efektifitas, kualitas, dan kekayaan kreativitas berbahasa dalam cara penyajian, logika bahasa dalam tulisan dan gaya bahasa yang digunakan.  

Sejumlah pencapaian bahasa Syarellia, secara acak bisa terlihat misalnya; Hening meskipun hanya ada aku dan Kyungsoo dalam satu ruangan sudah menjadi hal yang jarang terjadi. Dan entah mengapa kami mengundang keheningan tersebut (hal 46); Aku turun dari tempat tidurku, keluar kamar, turun menyusuri tangga. Berjalan ke dapur dan membuka kulkas. Semua kulakukan dengan setengah nyawa (hal 48); Baekhyun mengeryit, membuat kedua alisnya nyaris terhubung. Dan membuat beberapa kerutan samar di dahinya (hal 83).

Rumusan nilai-nilai moralitas; persahabatan, kesetiaan, kasih sayang, kesabaran, prestasi cinta, harapan atau mungkin kepiluan. Digerakkan oleh cerita
dalam waktu, tempat, tokoh-tokoh, kemudian alur, plot, konflik dan sebagainya.

Di situ ditampilkan daya pikat, plot. Plot akan memukau bila mengandung empathi. Empathi akan menjadi sempurna kalau dibumbui dengan ketegangan, konflik dan humor. Pengarang belia ini memperlihatkan konflik batin tokoh Juna berkait tentang pribadi Kyungsoo dan Baekyun, pada saat serpihan ingatan mulai lebih baik. Tekniknya pada bagian enam dan tujuh ini smooth. Dan penyelesaian pada bagian delapan sangat terbuka yakni ketika kepergian Kyungsoon dan teror dari Baekyun yang mengutuhkan perasaan kembali tokoh Juna.

Rumusan nilai-nilai tersebut diatas mengkristal, menjadi ruh sastra sebagai suatu hal yang sangat penting dalam sastra yaitu pesan moral.  Yaitu muatan apa yang mau disampaikan oleh penulis, baik secara langsung maupun tak langsung. Watak, ideologi, pandangan hidup, filosofi penulis cerita.

Silakan dicari pesan moralnya dengan membaca sungguh-sungguh!

Sebagai penutup tulisan ini, perlu saya sampaikan, salah satu teknik yang memukau dalam novel ini telah ditunjukkan Syarellia adalah menukar sudut pandang.  Ia berhasil menyakinkan bahwa sudut pandang adalah bagian penting di dalam mengutuhkan gagasan ingatan.

Peristiwa, juga daya cerap inderanya dilukiskannya dengan amat detil berkat kemampuan bahasanya yang bagus. Kekuatan bangun imajinasi, interpretasi, intuisi, serta persepsi pengarang dalam novel ini yang diekplorasi dari prespektif Juna—tokoh yang mengalami amnesia akibat kecelakaan hebat—jelas melampaui usianya.

Begitulah pengarang ini punya kesadaran psikologis yang kokoh, justru di usianya yang belia. Jadi Syarellia melalui novel ini berhasil menunjukkan dirinya tak cuma berbakat.[S.Jai]